JAKARTA — Kasus Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Mandiri Group tidak hanya panas di ranah pidana. Nasabah juga menagih haknya melalui jalur penundaan kewajiban pembayaran utang di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Perkara ini telah terdaftar dengan No.24/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Jkt.Pst. Adapun sidang perdana permohonan PKPU ini akan digelar pada Rabu, 8 Maret mendatang.
Seorang nasabah bernama Farouk Elmi Husein (pemohon) mengaku menjadi korban dari mekanisme bisnis KSP Pandawa (termohon I). Dia juga mengajukan pemilik Pandawa Group, Nuryanto sebagai termohon II.
Menurut dia, permohonan PKPU yang dilayangkan ke pengadilan niaga telah memenuhi syarat pengajuan yang diatur dalam UU No.37/2004 tentang PKPU dan Kepailitan.
Kuasa hukum pemohon Rony P. Purba dari kantor hukum RPP Advocates & Legal Consultant mengatakan KSP Pandawa memiliki utang senilai Rp137 juta kepada pemohon. Utang tersebut dinilai telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
“Jatuh tempo utang KSP Pandawa kepada pemohon adalah Desember 2016, sesuai dengan perjanjian penempatan modal,” katanya dalam berkas permohonan yang Bisnis kutip, Minggu (5/3).
Pada berkas permohonan, Rony menjabarkan pemohon telah memberikan sejumlah uang kepada termohon I. Penyertaan modal dilakukan sebanyak empat kali secara bertahap kurun Januari—Maret 2016 dengan total Rp120 juta. Pemohon juga telah mendapatkan tanda bukti penyertaan modal yang diterbitkan oleh termohon I.
Masing-masing tanda bukti telah mengatur tentang tanggal jatuh waktu pembayaran yang harus dilakukan oleh KSP Pandawa. Penyertaan modal diklaim telah jatuh waktu pada 2 Desember 2016, 27 Desember 2016, dan 28 Desember 2016.
Kendati begitu, termohon I belum juga melunasi pembayarannya hingga permohonan PKPU diajukan. Sehingga, termohon I dianggap telah lalai dalam melaksanakan kewajibannya, yang mengakibatkan kerugian pemohon.
Atas kelalaian tersebut, pemohon telah mengingatkan termohon I untuk membayar lunas utangnya. Surat somasi dikirimkan dua kali kepada termohon I. Dalam catatan pemohon, total utang termohon I hingga 8 Januari 2017 sebanyak Rp137 juta.
Pemohon juga turut menyeret bos KSP Pandawa Nuryanto selaku termohon II dalam kasus yang sama. Pasalnya, Nuryanto telah sepakat mengikatkan dirinya kepada pemohon PKPU. Pengikatan yang dimaksud tertuang dalam lima dokumen Perjanjian Kerja Sama Usaha.
Dalam perjanjian tersebut, termohon II berkewajiban melakukan pembayaran kepada pemohon PKPU setiap bulan, selama 12 bulan berturut-turut. Adapun jatuh tempo berdasarkan tanggal penyerahan modal usaha setiap bulannya.
Nuryanto, lanjutnya, telah berhenti membayar sejak November 2016, sehingga kewajiban termohon II telah jatuh tempo selama 4 bulan berturut-turut. Terhitung hingga 17 Februari 2017, jumlah total kewajiban utang termohon II senilai Rp100 juta. Teguran keras terkait hal ini juga telah dilayangkan kepada termohon II tetapi tidak ada tanggapan.
Roby melanjutkan termohon mengajukan nama kreditur lain dalam perkara ini yaitu Besar Riyanto dan Basar Muslim. Kendati begitu, pihaknya tidak menyantumkan berapa nilai masing-masing tagihan kreditur lain.
“Permohonan PKPU ini layak dikabulkan majelis hakim karena sudah sesuai ketentuan, yakni ada utang jatuh tempo, dapat ditagih, dibuktikan sederhana dan ada kreditur lain,” tulisnya.
Dalam permohonan PKPU ini, pihaknya mengusulkan Roni Pandiangan, Ruth Olivia, dan Hendro Widodo sebagai tim pengurus.
DIBEKUKAN
Koperasi Simpan Pinjam Pandawa telah dibekukan secara resmi oleh Otoritas Jasa Keuangan pada November 2016. Koperasi ini terbukti menjalankan bisnisnya secara ilegal dengan menghimpun dana dari masyarakat atau investor.
Padahal, izin usaha yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah kepada KSP Pandawa hanya memperbolehkan menyalurkan dana kepada nasabah.
Seiring dengan praktik ilegal tersebut, ratusan nasabah melaporkan KSP Pandawa beserta pemiliknya ke pihak kepolisian dengan pasal berlapis. Mereka diduga melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 3, 4, 5 UU No/8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Deliana Pradhita Sari
Editor : Bunga Citra Arum Nursyifani
Sumber: bisnis.com, Senin, 06/03/2017 10:18 WIB