JAKARTA. Salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex dinyatakan pailit oleh hakim Pengadilan Niaga Semarang. Lalu, bagaimana nasib investor saham yang mengoleksi saham SRIl?
Putusan pailit Sritex tercantum dalam perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Sritex pailit karena masalah utang.
Dilansir dari Kompas.com, pemohon dari perkara ini adalah PT Indo Bharta Rayon. Sementara, perkara tersebut mengadili para termohon yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Para termohon tersebut dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022. "Menyatakan bahwa para termohon (termasuk Sritex) pailit dengan segala akibat hukumnya," bunyi petitum perkara tersebut, dikutip Rabu (23/10/2024).
Merujuk Laporan Keuangan Konsolidasi Interim 30 Juni 2024, total utang Sritex mencapai US$ 1,597 miliar atau sekitar Rp 25 triliun (kurs Rp 15.600). Jika dirinci, utang jumbo yang ditanggung Sritex ini meliputi utang jangka pendek sebesar US$ 131,41 juta, dan utang jangka panjang US$ 1,46 miliar.
Untuk utang jangka panjang, porsi terbesar adalah utang bank yang mencapai US$ 809,99 juta, lalu disusul utang obligasi sebesar US$ 375 juta.
Di sisi lain, aset perusahaan juga mengalami penurunan. Per 30 Juni 2024, perusahaan mencatatkan aset US$ 617,33 juta, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni US$ 648,98 juta.
Dengan demikian, jumlah aset perusahaan di Sukoharjo, Jawa Tengah ini jauh di bawah kewajiban yang ditanggung Sritex.
Nasib investor saham SRIL
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan, pihaknya telah melakukan beberapa upaya perlindungan investor ritel PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex. Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, salah satunya dilakukan melalui pengenaan notasi khusus dan penempatan pada papan pemantauan khusus apabila perusahaan tercatat memenuhi kriteria-kriteria tertentu.
"Hal ini diharapkan bisa membentuk kesadaran awal bagi investor atas potensi adanya permasalahan pada perusahaan tercatat," kata dia dalam jawaban tertulis, dikutip Jumat (25/10/2024).
Sedangkan pada perusahaan tercatat yang mengalami suspensi, baik karena sanksi maupun suspensi karena penyebab lainnya, maka upaya perlindungan investor ritel dilakukan melalui beberapa hal.
Nyoman merinci, hal tersebut ditempuh dengan menyampaikan reminder delisting kepada perusahaan tercatat yang telah dilakukan suspensi atas efeknya selama enam bulan, menyampaikan undangan hearing, dan permintaan penjelasan mengenai upaya perbaikan penyebab suspensi serta rencana bisnis ke depan.
Selanjutnya, Nyoman bilang, perusahaan tercatat wajib menyampaikan update progress rencana perbaikan tersebut setiap bulan Juni dan Desember. Tak hanya itu, Bursa juga akan melakukan pengumuman potensial delisting setiap enam bulan, yang di dalamnya mencantumkan informasi mengenai masa suspensi, susunan manajemen dan pemegang saham terakhir, serta kontak yang bisa dihubungi.
"Dalam melakukan pemantauan terhadap SRIL, Bursa telah melakukan pengumuman potensi delisting setiap enam bulan," imbuh dia.
Adapun, berdasarkan POJK 3/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan SE OJK No. 13/SEOJK.04/2023 tentang Pembelian Kembali Saham Perusahaan Terbuka sebagai Akibat Dibatalkannya Pencatatan Efek oleh Bursa Efek karena Kondisi atau Peristiwa yang Signifikan Berpengaruh Negatif terhadap Kelangsungan Usaha disebutkan, apabila delisting dilakukan atas perusahaan terbuka karena kondisi yang berpengaruh pada kelangsungan usaha, maka perusahaan terbuka wajib mengubah status menjadi perusahaan tertutup.
"Dan diwajibkan melakukan buyback atas saham publik dengan ketentuan dan harga sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021 dan SE OJK tersebut," terang Nyoman.
Adapun, Sritex juga dinyatakan telah memenuhi kriteria untuk dihapus dari bursa efek atau delisting karena telah menjalani suspensi selama 42 bulan.
BEI telah melakukan penghentian sementara perdagangan efek SRIL di seluruh pasar sejak 18 Mei 2021 hingga sampai saat ini. "Karena adanya penundaan pembayaran pokok dan bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6," ujar Nyoman.
Sehubungan dengan pemberitaan mengenai putusan pailit SRIL, Bursa telah menyampaikan permintaan penjelasan dan reminder kepada SRIL untuk menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik mengenai tindak lanjut dan rencana perseroan. "Termasuk upaya SRIL untuk mempertahankan going concern-nya," tutup dia.
Reporter: Adi Wikanto, Arif Ferdianto |
Editor: Adi Wikanto
Sumber: kontan.co.id | Selasa, 12 November 2024 / 05:35 WIB