JAKARTA. PT Bank Bukopin Tbk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) kepada dua debitur. Adapun permohonan itu tertuang dalam dua perkara yang berbeda.
Kuasa hukum Bank Bukopin Purwoko J. Soemantri mengatakan keduanya merupakan perusahaan satu grup yang bergerak dalam bidang usaha properti.
"Keduanya, PT Panghegar Kana Properti dan PT Hotel Panghegar yang telah gagal dalam melaksanakan pembayaran kredit oleh klien kami," ungkap dia, Selasa (26/4).
Dimana pada perkara No. 37/Pdt.Sus/PKPU/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst Bank Bukopin mengajukan permohonan PKPU atas PT Panghegar Kana Properti. Dimana, diketahui Panghegar Kana Properti memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sebesar Rp 147,6 miliar.
"Utang tersebut sudah sudah jatuh tempo sejak 13 Februari 2016," sambung Purwoko. Lebih lanjut ia menjelaskan, pembiayaan terhadap Panghegar Kana Properti tersebut diawali dengan jenis sindikasi oleh Bank Bukopin, Bank Jabar Banten, serta Bank Syariah Bukopin untuk pembangunan kompleks Apartemen Grand Royal Panghegar Bandung.
Pembiayaan tersebut sempat dilunasi pada 2011 setelah seluruh sisa unit Grand Royal Panghegar dibeli oleh PT Hotel Panghegar melalui fasilitas kredit dari Bank Bukopin senilai Rp 265 miliar. Namun, pengambilalihan tersebut batal setelah menimbulkan konsekuensi pajak sebesar Rp 40 miliar.
Setelah itu, Panghegar Kana Properti kembali mendapatkan pinjaman dari Bank Bukopin pada 2012 guna pembayaran kewajiban kepada Hotel Panghegar atas unit yang dikembalikan dengan plafon awal sebesar Rp 178 miliar. Sementara total outstanding mencapai Rp 133,84 miliar.
Hotel Panghegar
Sementara itu, perkara No. 38/Pdt.Sus/PKPU/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst Bank Bukopin memgajukan PKPU kepada PT Hotel Panghegar lantaran memiliki utang sebesar Rp 122 miliar. Purwoko bilang, tagihan kepada Hotel Panghegar ini berasal dari empat fasilitas pinjaman kredit selama 2008 hingga 2011.
Sekadar tahu saja, Hotel Panghegar merupakan perusahaan yang memiliki sekaligus mengelola Grand Royal Panghegar Hotel yang berada di Jl. Merdeka, Bandung.
Tak hanya itu, Purwoko juga menjelaskan, dalam perjanjiannya, kedua termohon ini beniat untuk mencari calon investor agar bisa membantu melaksanakan kewajibannya. "Akan tetapi, hal itu dibatalkan secara sepihak setelah penandatanganan perjanjian pengikatan jual beli saham," tambahnya.
Menurut dia, pembatalan itu dinilai mempengaruhi kualitas kredit termohon. Terlebih, sejumlah unit apartemen yang dijadikan jaminan justru telah dijual tanpa sepengetahuan kreditur dan tidak ada cicilan pembayaran utang berjalan.
Sementara itu, kuasa hukum para termohon Ferizal Rosadi, mengakui klaim utang yang diajukan Bank Bukopin. Pasalnya, keadaan perusahaan memang tengah turun.
Bahkan menurut dia, direksi perusahaan sempat melakukan pembicaraan kepada Bank Bukopin untuk membicarakan restrukturisasi utang di luar pengadilan.
"Pada intinya, kami memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya, salah satunya dengan berupaya mendatangkan investor," kata Ferizal. Dia menambahkan calon investor tersebut bergerak dalam bidang yang sama dengan para termohon. Proses terakhir masih dalam tahap uji tuntas (due diligence).
Meski begitu, ia menyambut baik permohonan PKPU yang sedang berproses di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat ini. Hal itu diakunya dapat menjadi faktor penunjang dalam proses pengambilalihan oleh calon investor.
Reporter Sinar Putri S.Utami
Editor Sanny Cicilia