NEWS
Gugatan pailit eks karyawan Merpati terhalang
JAKARTA. Upaya eks karyawan PT Merpati Nusantara Airline (persero) untuk mendapatkan haknya harus terhalang. Pasalnya, ada pihak baru yaitu PT Prathita Titian Nusantara yang malah menempatkan Merpati ke Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). 
 
Seharusnya, hari ini, Senin (22/2) pengadilan menggelar sidang perdana pailit. Namun, Majelis Hakim Heru Prakosa memutuskan memeriksa terlebih dahulu permohonan PKPU Prathita yang disebut diajukan bersamaan dengan permohonan eks karyawan Merpati. 
 
Sehingga, majelis mengambil sikap untuk memeriksa perkara PKPU terlebih dahulu. "Hal itu sesuai dengan Pasal 229 ayat 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU," ungkap Heru dalam penetapannya.
 
Adapun dalam pasal tersebut menyebutkan, apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU pada saat yang bersamaan, permohonan PKPU harus diputuskan terlebih dahulu. "Sehingga majelis menangguhkan permohonan pailit hingga perkara PKPU diputus terlebih dahulu," tambah Heru.
 
Menanggapi adanya permohonan PKPU itu kuasa hukum para eks karyawan Merpati Gelora Tarigan mengaku terkejut. Pasalnya PTN ini merupakan unit usaha dari dana pensiun Merpati yang saat ini sudah dalam tahap likuidasi alias semua aset perusahaan sudah siap dijual.
 
"Jadi sudah jelas ini ada 'permainan' dari manajemen untuk menghalangi permohonan pailit yang kami ajukan," ungkap dia dalam persidangan seusai hakim membacakan penetapan.
 
Tak hanya itu, Gelora juga mengungkapkan, Merpati sudah tak bisa membayar utangnya kepada para kreditur selain para karyawan. Pasalnya dana pinjaman Merpati yang didapat dari PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) hanya dapat digunakan untuk membayar utang kepada para eks karyawan dan karyawan.
 
Secara terpisah, KONTAN berusaha meminta konfirmasi hal tersebut kepada para karyawan. Ery Wardhana yang pernah menjabat sebagai Senior Vice President Corporate Planing Merpati pun membenarkan hal tersebut. Menurut pengetahuannya, Merpati setidaknya akan mendapatkan dana segar dari PPA sebesar Rp 500 miliar. "Dana tersebut sudah disetujui oleh Menteri BUMN," jelas dia.
 
Nah, berdasarkan persetujuan itu Rp 150 miliar dari dana tersebut akan digunakan untuk restrukturisasi revitalisasi Merpati. Sedangkan sisanya, Rp 350 miliar akan dialokasikan untuk membayar gaji para karyawan. "Dana itu tak boleh dialokasikan untuk membayar para kreditur lain termasuk PTN," tambah Ery.
 
Ia pun melanjutkan, Direktur Utama PTN merupakan salah satu tim di program PHK karyawan Merpati yakni, penawaran paket penyelesaian permasalahan pegawai (P5). Dimana mayoritas para karyawan enggan menyetujui program tersebut lantaran dinilai tidak adil.
 
"Jadi sudah jelas, manajemen perusahaan sudah tak ada iktikad baik untuk membayar utangnya kepada para karyawan," imbuhnya. Ia pun juga mengatakan, ia dan lainnya mengajukan permohonan pailit ini agar adanya kepastian hukum bagi Merpati untuk membayar hak para karyawan dan eks karyawannya.
 
Bahkan ia berharap pihak Merpati dapat datang ke persidangan agar dapat bicara secara baik-baik. Pasalnya, pihak manajemen sudah menutup komunikasi kepada para karyawan dan eks karyawan dari tahun lalu.
 
Sementara itu, hukum PTN Peber Silalahi memilih untuk enggan berkomentar. "Saya tak mau berkomentar namun yang pasti kami bisa membuktikan kalau utang itu memang ada," ungkap dia kepada KONTAN. Adapun ia mengakui permohonan PKPU itu didaftarkannya satu pekan setelah pendaftaran permohonan pailit yakni 17 Februari 2016. Mengenai utangnya, diketahui Merpati memiliki utang kepada PTN sebesar Rp 80,67 miliar dan US$ 77.671.
 
Sekadar informasi, permohonan pailit Merpati ini didaftarkan oleh Sudiyarto. Permohonan pailit ini dilayangkan lantaran perusahaan penerbangan milik negara itu sudah tak membayarkan gaji dan pesangon kepada dirinya dan 47 eks karyawan lainnya sejak 17 Juli 2014. Adapun total tagihannya mencapai Rp 29,84 miliar.
 
Selain kepada eks karyawan, dalam permohonannya Sudiyarto juga menyertakan kreditur lain yakni 66 kreditur karyawan Merpati hang sudah tak terbayarkan gajinya sejak Desember 2013 silam dengan total tagihan sebesar Rp 39,08 miliar. "Jadi ada 114 orang yang diikut sertakan dengan total tagihan semuanya mencapai Rp 71,51 miliar," ungkapnya saat dihubungi KONTAN.
 
Lantaran pemeriksaan permohonan pailit ini ditunda, maka majelis hakim akan memeriksa perkara PKPU terlebih dahulu. Sidang pun akan dilanjutkan pada 29 Februari 2016 dengan agenda pembuktian dari pihak PTN. Majelis juga akan kembali memanggil pihak Merpati untuk hadir dalam persidangan.
 
Reporter Sinar Putri S.Utami 
Editor Sanny Cicilia
Sumber: kontan.co.id, Senin, 22 Februari 2016 / 19:48 WIB
DEDY A. PRASETYO & REKAN
Gedung Arva Lt.3
Jl. Cikini Raya No. 60, Jakarta 10330
Tel : +62 21 314 7154
Fax : +62 21 390 3994
Mobile : +62 0811 903 286
E-mail : deape.prasetyo@gmail.com

Copyright © 2014. All Rights Reserved
Link Sosial Media