JAKARTA — Akhirnya PT Sriwijaya Markmore Persada berhasil lolos dari perkara kepailitan setelah klaim utang dari PT Mitra Mandiri Priharum dinyatakan tidak sederhana.
Kuasa hukum PT Sriwijaya Markmore Persada Harry V. Sidabuke mengatakan putusan majelis hakim sudah tepat sesuai dengan perkara restrukturisasi utang. Sebelumnya, klaim utang PT Mitra Mandiri Priharum (pemohon) juga dinilai tidak bisa dibuktikan secara sederhana.
“Tagihan yang diklaim memang sama, jadi tidak ada alasan majelis hakim untuk memberikan putusan lain,” kata Harry, Selasa (27/9).
Dia menambahkan selain tidak sederhana, kliennya justru tidak memiliki utang dengan Mitra Mandiri. Perjanjian yang menjadi dasar obyek gugatan akan dibatalkan melalui pengadilan.
Harry menuturkan kliennya telah mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Pengadilan Negeri Cibinong. Adapun, sidang pertama pembatalan tersebut akan dilaksanakan pada 4 Oktober 2016.
Dalam persidangan, ketua majelis hakim Agustinus Tri Wiryanto mengatakan PT Mitra Mandiri Priharum tidak dapat membuktikan kedudukan hukumnya sebagai pemrakarsa pembangunan jalan tol Kayuagung—Jakabaring. Pemohon juga tidak dapat menunjukkan bukti asli terkait dengan penetapan statusnya sebagai pemrakarsa proyek.
“Menolak permohonan kepailitan terhadap PT Sriwijaya Markmore Persada untuk seluruhnya,” kata Agustinus saat membacakan amar putusan, Senin (26/9).
Menurutnya, fakta tersebut menjadikan klaim utang pemohon bertentangan dengan Pasal 8 ayat (4) Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Dia menambahkan PT Mitra Mandiri Priharum terbukti belum menerima persetujuan dari kementerian terkait atas penunjukkan sebagai pemrakarsa. Kewajiban termohon untuk melakukan penggantian biaya dapat muncul apabila pemohon menjadi pemrakarsa.
Majelis hakim menjelaskan penetapan tersebut diterbitkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dengan demikian, status termohon masih dianggap sebagai calon pemrakarsa.
TIDAK HADIR
Di sisi lain, lanjutnya, kedua pihak juga belum ada kesepahaman atas perdebatan status tersebut. Permohonan yang ditolak menyebabkan bukti maupun dalil lain dari pemohon tidak akan dipertimbangkan lagi.
Agustinus membacakan putusan tersebut tanpa dihadiri oleh pihak pemohon. Adapun, kuasa hukum pemohon Yutcesyam belum bisa dimintai tanggapan.
Pemohon sebelumnya pernah mendesak termohon untuk merestrukturisasi utangnya melalui perkara yang teregistrasi dengan No. 63/Pdt.Sus-PKPU/PN.Niaga.Jkt.Pst. Akan tetapi, majelis hakim menolak permohonan tersebut karena klaim utang tidak bisa dibuktikan secara sederhana.
Dalam permohonan kepailitan, pemohon hanya mengubah tanggal jatuh waktu tagihan. Adapun, surat tagihan maupun nominalnya masih sama dengan permohonan PKPU yakni senilai Rp8 miliar.
PT Waskita Karya Tbk. (WSKT), melalui anak usahanya PT Waskita Toll Road, diketahui memegang 60% saham PT Sriwijaya Markmore Persada. WSKT membeli saham tersebut dari PT Persada Tanjung Api-Api.
Sejalan dengan masuknya anak usaha WSKT, maka komposisi kepemilikan saham berubah menjadi PT Waskita Toll Road 60%, PT Persada Tanjung Api-Api 30,25%, PT Kayson Company 4,75%, PT Sriwijaya Marga Persada 4% dan PT Perusda Prodexim 1%.
WTR telah memulai konstruksi tol Kayu Agung-Palembang-Betung (Kayuagung) Seksi I sepanjang 33,5 km setelah pengadaan lahan tuntas 100%. Diperkirakan pembangunan selesai dalam setahun.
Rio Sandy Pradana
Editor : Gita Arwana Cakti
Sumber: bisnis.com, Rabu, 28/09/2016 10:22 WIB