JAKARTA — Pembuatan pengeras suara dan barang elektronik PT KGeo Electronics Indonesia akhirnya bersatus pailit, setelah tidak kunjung menyetorkan proposal perdamaian dalam proses PKPU.
Perusahaan dinyatakan dalam masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sejak tahun lalu. Namun, hingga masa restrukturisasi berakhir, perusahaan tidak mengajukan penawaran skema pembayaran utang kepada para krediturnya.
“Menyatakan PT KGeo Electronics Indonesia pailit dengan segala akibat hukumnya,” ujar ketua majelis hakim Baslin Sinaga membacakan amar putusan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Senin (16/1).
Putusan ini, lanjut dia, telah sesuai dengan Pasal 230 ayat 1 UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Sejalan dengan status kebangkrutan tersebut, maka seluruh aset perusahaan telah ditetapkan sebagai boedel pailit.
Kuasa hukum PT KGeo Electronics Indonesia Andi Suhernandi mengatakan pihaknya menerima putusan majelis hakim lantaran perusahaan tidak sanggup membayar utang. Debitur juga berjanji akan kooperatif dalam menyerahkan daftar aset.
“Kami mengakui pailit karena kami tidak sanggup membayar, apalagi perusahaan telah berhenti beroperasi,” ujarnya saat ditemui usai sidang.
Perihal tidak diajukannya proposal perdamaian, Andi beralasan bahwa calon investor yang sebelumnya menyatakan minat, ternyata tidak berkomitmen dalam mengambil alih perusahaan.
Padahal, investor itulah yang menjadi alasan debitur berani mengajukan permohonan PKPU secara sukarela. Namun, setelah permohonan dikabulkan, calon investor justru mengundurkan diri.
Mundurnya calon investor itu terjadi setelah pada awal Desember, mereka mengajukan permintaan yang sulit diterima oleh debitur dan para kreditur. Menurut Andi, calon investor menyatakan akan mengambilalih perusahaan dengan hanya membayar 15% dari nilai tagihan para kreditur.
Beban juga bertambah lantaran LG Electronics telah menarik diri sebagai mitra KGeo. Pemilik perusahaan pun turut menginstruksikan komisaris untuk menjual perusahaan sebelum masuk proses PKPU. “Aset kami hanya menyisakan gedung pabrik dan mesin-mesin produksi.”
INVENTARISASI ASET
Sementara itu, kurator PT KGeo Electronics Indonesia Muhammad Ismak akan segera menginventarisasi aset debitur. Sejumlah aset yang tercatat oleh kurator antara lain bangunan pabrik dan mesin-mesin di Bekasi.
Meski sudah memiliki daftar aset, pihaknya belum menghitung nilai jualnya apakah sanggup untuk menutup seluruh utang KGeo Electronics atau tidak. Kurator akan menggunakan appraisal untuk menaksir nilai aset.
“Ada aset yang dijaminkan kepada Rabobank. Tapi, saya belum bisa bicara banyak karena harus dicek dahulu,” katanya.
Dia juga menjelaskan ada kreditur baru dari perkara No. 135/Pdt.Sus-PKPU/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst ini, yakni Ditjen Bea dan Cukai yang mengajukan tagihan sebesar Rp7 miliar.
Atas tagihan yang diajukan Bea Cukai, kurator akan mengecek dan bersiap melakukan renvoi. Pasalnya, Bea Cukai menggunakan harga mesin terbaru untuk mengajukan tagihan, padahal barang dimaksud adalah mesin lama atau sudah berumur.
Sejauh ini, berdasarkan laporan keuangan yang disodorkan debitur, KGeo memiliki tagihan US$5,4 juta dan Rp34 miliar. Beberapa nama kreditur a.l. PT Bank Rabobank International Indonesia, PT Koexim Mandiri Finance, dan kantor pajak.
Deliana Pradhita Sari
Editor : Bunga Citra Arum Nursyifani
Sumber: bisnis.com, Selasa, 17/01/2017 08:58 WIB