JAKARTA. Sepanjang Januari hingga awal Desember 2020, jumlah perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tercatat meningkat dibanding periode yang sama pada tahun lalu.
Mengutip data dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) dari 5 pengadilan niaga (PN) yakni PN Jakarta Pusat, PN Medan, PN Semarang, PN Surabaya dan PN Makassar, tren kasus PKPU tercatat meningkat.
Jika pada Januari hingga 6 Desember 2019 terdapat 412 perkara PKPU, maka pada Januari hingga 6 Desember 2020 terdapat 613 perkara PKPU.
Bobby R Manalu, pengamat dan praktisi hukum perdata PKPU/Kepailitan yang juga Pengacara dari Kantor Hukum Setiawan Siregar Manalu Partnership (SSMP) menilai, tren PKPU yang terus meningkat mengindikasikan bahwa banyaknya korporasi yang mengalami kesulitan cashflow.
“Saya menduga seperti itu (kesulitan cash flow). Restrukturisasi yang optimal akan menguntungkan semua pihak,” kata Bobby ketika dikonfirmasi, Minggu (6/12).
Bobby menyebut, restrukturisasi melalui PKPU lebih efisien karena debitur tak perlu bernegosiasi satu persatu dengan kreditornya. Hal yang sulit dilakukan terlebih dalam situasi saat ini.
Selama masa pembatasan sosial ini saja, rapat-rapat restrukturisasi di Pengadilan bisa terus berjalan. Penggunaan teknologi video conference menjadi solusi tatap muka antar pihak.
Debitur bersama penasihat keuangannya tetap bisa berkomunikasi, bernegosiasi, menyampaikan proposal dan mengambil kesepakatan dengan seluruh krediturnya. Mekanisme restrukturisasi tadi dilakukan dalam perlindungan dan pengawasan Pengadilan.
“Jika resrtrukturisasi tercapai, menghindarkan perusahaan dari jurang likuidasi,” ucap dia.
Lebih lanjut Bobby menyebut, penanganan pandemi bisa menjadi salah satu upaya memperbaiki kondisi perekonomian. Sebab, kesulitan cashflow ini juga karena supply dan demand yang belum sepenuhnya normal. Ia juga berharap agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah naiknya kasus positif covid-19.
“Ekonomi akan sulit pulih sepenuhnya sepanjang angka covid-19 tinggi dan tidak selesai-selesai,” ujar Bobby.
Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Anggawira mengatakan, pandemi covid-19 yang masih ada hingga saat ini berpengaruh pada kesulitannya cashflow yang dialami sebagian perusahaan. Hal ini karena supply dan demand masih belum dalam kondisi normal.
“Pertumbuhan ekonomi yang minus dan pelambatan di berbagai sektor, impact-nya jelas tergambar,” kata Anggawira ketika dihubungi, Minggu (6/12).
Anggawira mendorong agar pemerintah meningkatkan penanganan pandemi Covid-19. Ia meyakini perbaikan penanganan covid-19 mampu memperbaiki supply dan demand yang ada. Perbaikan tersebut juga dinilai mampu menciptakan optimisme bagi pelaku usaha dan mengembalikan kepercayaan market.
“Belum ada rebound yang clear apalagi kondisi sekarang misalnya kasus covid-19 makin tinggi,” terang Anggawira.
Reporter: Vendy Yhulia Susanto
Editor: Herlina Kartika Dewi
Sumber: kontan.co.id, Minggu, 06 Desember 2020 / 18:04 WIB