JAKARTA - Setelah gagal menjalankan proposal perdamaian dan dinyatakan pailit, jumlah tagihan PT Saripari Pertiwi Abadi yang sebelumnya Rp500 miliar membengkak menjadi Rp700 miliar.
Salah satu tim kurator Saripari Anggi Putra Kusuma mengatakan membengkaknya tagihan dikarenakan kurs rupiah yang kian melemah. “Jumlah kreditur yang mendaftarkan tagihannya sebenarnya berkurang, tetapi tagihannya makin banyak karena penguatan dolar,” ujarnya usai rapat kreditur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu (21/10/2015).
Memang, sebanyak 60% tagihan dari kreditur adalah dalam bentuk dolar amerika. Bahkan, seluruh kreditur separatis mendaftarkan tagihan dalam bentuk dolar.
Anggi mengemukakan sampai saat ini jumlah kreditur konkuren yang mendaftarkan tagihannya hanya 50 orang. Padahal, dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebelumnya, jumlah kreditur konkuren lebih dari 50.
“Kami sudah surati juga, tetapi yang mengajukan cuma 50 kreditur,” kata Anggi. Dia menegaskan pihaknya tidak akan menghilangkan hak tagihan para kreditur yang pada proses kepailitan ini belum mendaftarkan tagihannya.
Untuk kreditur separatis, jumlahnya masih tetap sama dengan jumlah pada masa PKPU, yakni enam kreditur. Anggi mengatakan tidak ada karyawan yang mendaftar sebagai kreditur preferen sampai saat ini.
Menurut Anggi, debitur masih bersikukuh mereka belum pailit. “Saya enggak tahu ordernya ada atau enggak, cuma mereka menganggap dirinya masih eksis,” ungkapnya.
Memang, debitur belum menerima putusan hakim yang mengabulkan permohonan pembatalan perdamaian tersebut. Kuasa hukum Saripari Dewi Yuniar mengatakan masih tidak terima dengan putusan pailit itu dan akan mengajukan upaya hukum kasasi. Menurutnya, keputusan tersebut cacat hukum.
Dewi menjelaskan bahwa kecatatan hukum yang dimaksud dikarenakan Saripari sebenarnya telah melakukan pembayaran cicilan kepada Bank CIMB Niaga untuk bulan Juni 2015. "Namun, Bank CIMB Niaga malah men-debit atau menarik dana cadangan yang telah ditempatkan pada rekening escrow," katanya.
Dia menilai, Bank CIMB Niaga telah menerima pembayaran dari Saripari namun enggan mengakuinya. Rekening escrow adalah rekening yang dibuka khusus untuk cadangan dana pembayaran secara bertahap terhadap Bank CIMB Niaga.
Dewi menambahkan, pihaknya juga telah menyiapkan dana cadangan sampai dengan pembayaran Maret 2016. Hal itu, sambungnya, dapat dilihat dari sisa saldo pada rekening escrow Bank CIMB Niaga sampai Juni 2015 yang masih tersisa US$126.460,26.
Bukan hanya melakukan upaya hukum kasasi, pihaknya juga sedang melaporkan Bank CIMB Niaga ke kepolisian atas tindakan pidana pemalsuan dokumen. "Ini jelas ada unsur pidana, bagaimana tidak mereka aja tak menyertakan bukti pembayaran, padahal kita sudah melakukan pembayaran di Juni 2015," jelasnya.
Sebagai gambaran, CIMB Niaga mengajukan permohonan pembatalan perdamaian karena Saripari dianggap lalai dalam menjalankan isi perdamaian yang telah dihomologasi pada 2 Desember 2013 silam. Menurut perusahaan perbankan itu, Saripari tidak membayarkan cicilan sejak Juni 2015.
Nilai utang Saripari kepada CIMB Niaga mencapai US$4,64 juta dan Rp687 juta. Utang tersebut berasal dari fasilitas kredit yang diterima Saripari.
Ditanya aset, pihak kurator menyatakan masih belum mengetahui aset-aset dari Saripari. "Kami hanya mengetahui aset-aset yang dijaminkan kepada kreditur separatis," ungkap Anggi. Aset tersebut berupa rig pengeboran minyak dan sebidang tanah yang terletak di Riau.
Dalam proses PKPU pada 2013 lalu, utang Saripari terhadap para krediturnya mencapai Rp500 miliar. Perinciannya, utang kepada kreditur separatis mencapai Rp447 miliar dan kepada kreditur konkuren Rp107 miliar.
Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor : Yusuf Waluyo Jati
Sumber: bisnis.com, Kamis, 22/10/2015 14:26 WIB