JAKARTA. Kecepatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan Pemerintah telah membuahkan hasil. Konektifitas ujung barat dan timur Pulau Jawa berhasil meningkatkan mobilitas dan kegiatan bisnis terutama di bidang logistik.
Kecepatan pembangunan maupun volume pengguna tol Trans Jawa terus meningkat, begitupun dengan tol Trans Sumatra. Meskipun memicu berbagai opini akan kecepatan dan besarnya nilai anggaran pembangunan infrastruktur, Pemerintah tetap konsisten dengan rencana yang telah dicanangkan.
Memanfaatkan anggaran Pemerintah melalui APBN, investasi BUMN melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha/KPBU maupun kerja sama strategis pihak swasta melalui skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran/PINA, pembangunan infrastruktur terus dipacu untuk mengejar ketertinggalan ketersediaan infrastruktur di negara kita dibanding negara lain.
Tapi memang tak ada gading yang tak retak. Meskipun rencana pembangunan infrastruktur sudah disiapkan dan direncanakan sebaik mungkin, tapi ada kondisi force majeur yang tak diperkirakan sebelumnya, yaitu pandemi Covid 19 yang muncul pertama sejak Maret tahun 2020.
Pandemi yang membuat semua aktifitas bisnis melambat bahkan sebagian besar harus berhenti karena memang hanya dengan pembatasan aktivitas maka penularan covid 19 dapat ditekan. Selama hampir 2 tahun ini kondisi bisnis masih tidak stabil akibat pembatasan aktivitas masyarakat sehingga kinerja perusahaan banyak yang mengalami kerugian bahkan harus gulung tikar.
Sebagai akibatnya tak hanya dunia bisnis, tapi juga dunia investasi mengalami dampak yang luar biasa. Tak hanya penurunan tingkat return, tapi juga harus merelakan hilangnya nilai investasi akibat banyaknya perusahaan yang tutup operasi.
Para investor saham harus menyusun ulang portofolionya, pemegang surat utang harus menegosiasikan jadwal pembayaran utangnya, bahkan banyak perbankan yang harus membuat kesepakatan baru atau financing restructuring agar bisnis tetap berjalan dan pengembalian hutang tetap bisa didapatkan meski harus sedikit mundur. Inilah langkah terbaik agar bisnis dan ekonomi bisa tetap berjalan.
Proses negosiasi dan diskusi untuk membahas penyelesaian hutang bisa melalui berbagai media tapi yang paling umum adalah melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang/PKPU.
PKPU menjadi sarana mediasi dan komunikasi antara obligor dengan investor. Melalui proses ini diharapkan diperoleh suatu solusi yang menjadi win-win solution bagi semua pihak sehingga bisnis tetap dapat berjalan dan investor tetap dapat mendapatkan nilai investasinya.
Masalahnya tak semua masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan telah memahami dan peran penting proses dalam PKPU. Sebagian besar hanya tahu jika PKPU merupakan bagian dari proses kepailitan padahal bukan.
Justru PKPU merupakan proses mediasi agar semua kepentingan baik investor maupun investee dapat dipertemukan dan dibahas sehingga kepentingan para pihak dapat semaksimal mungkin diperjuangkan.
Prof DR Hadi Shubhan, Professor Kepailitan Unair Surabaya, mengatakan bahwa perlu dipahami perbedaan antara Pailit dan PKPU.
“Pailit terkait dengan pemberesan, bisa berhenti beroperasi untuk tata ulang, sedangkan PKPU tidak berhenti beroperasi, masih normal seperti biasa, namun dilakukan restrukturisasi. Perusahaan yang dalam proses PKPU bukan berarti tidak prospektif. PKPU adalah instrumen hukum bagi debitor untuk perusahaan tetap eksis dan sustain menghadapi dinamika perekonomian," terang Hadi Shubhan dalam diskusi bertajuk 'PKPU, Solusi Maksimal untuk Hasil yang Optimal' yang digelar Prodeep Institute, Sabtu, 11 Juni 2022.
Ia menambahkan, adanya PKPU bisa meningkatkan recovery rate. Adanya PKPU menjadi pembeda ketentuan perundangan Indonesia dengan negara lain dimana perusahaan dapat langsung dinyatakan pailit atau bahkan masuk kriteria fresh start, namun dengan adanya PKPU seperti di Indonesia, hal tersebut merupakan bridging (jembatan sementara) menuju keberhasilan recovery rate perusahaan.
“Mediasi lewat proses PKPU adalah yang terbaik," imbuhnya.
DR Dayan Hakimdosen program MM, STIE INABA dan Praktisi Corporate Restructuring, menyampaikan tujuan dari restrukturisasi keuangan adalah untuk memperoleh laporan keuangan yang sehat dan kokoh, memperbaiki kinerja keuangan korporat, mengidentifikasikan missmanagement dan management fraud, untuk membuat bisnis menjadi lebih terintegrasi dan menguntungkan serta pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan (value of the firm).
“Efektif atau tidaknya mekanisme PKPU menjadi tergantung dari hasil rencana/proposal perdamaian yang diajukan debitor kepada para kreditornya,” katanya.
Dayan mengatakan, meskipun terdapat kontra dalam proses PKPU, nyatanya dari beberapa contoh kasus yang dikaji atau ditangani, Pro terhadap proses ini akan menghasilkan sesuatu yang baik yang berujung pada peningkatan kondisi keuangan.
Direktur Prodeep Institute, Yudi Ali Marsyahid menegaskan pemahaman PKPU di masyarakat yang dirasakan perlu utuh dan lebih kritis terhadap manfaat positif yang dihasilkan.
Menurutnya, PKPU merupakan sarana legal untuk mengakomodir proses mediasi antara kreditur dan debitur untuk mencapai kesepakatan dan win-win solution sehingga bisnis tetap dapat berjalan dan nilai investasi dapat diterima kembali oleh investor.
Tentu mediasi yang dihasilkan tidak bisa benar-benar memenuhi ekspektasi semua pihak, akan tetapi melalui PKPU akan diperoleh sebuah keputusan terbaik/optimal yang sebisa mungkin telah mempertimbangkan semua kepentingan.
"Dengan adanya agenda diskusi publik ini diharapkan pemahaman masyarakat akan penting dan manfaatnya PKPU meningkat dan mendalam, sehingga dapat menjadi alternatif solusi untuk mencapai hasil terbaik bagi pihak yang berkepentingan," pungkasnya.
Reporter: Tendi Mahadi |
Editor: Tendi Mahadi
Sumber: kontan.co.id, Senin, 13 Juni 2022 / 10:51 WIB