JAKARTA — 'Badai' Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU dan kepailitan sebagai menjadi perhatian para pelaku usaha dan pemangku kepentingan. Dampak Covid-19 itu dinilai perlu ditangani dengan serius agar tidak terjadi efek berkelanjutan.
Ketua Satgas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk PKPU dan Kepailitan Eka Wahyu Ningsih menjelaskan bahwa pihaknya mencatat terdapat 1.298 permohonan PKPU dan pailit selama tiga semester terakhir. Data itu berasal dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri di lima pengadilan niaga per Agustus 2021.
Dia menilai bahwa PKPU dan kepailitan yang dihadapi perusahaan selama pandemi dapat berimbas pada naiknya jumlah pengangguran. Hal tersebut nantinya dapat menghambat upaya pemulihan ekonomi nasional.
“Ini yang menjadi badai dari kepailitan dan PKPU di Indonesia yang mau tidak mau akan menghambat pemulihan ekonomi nasional, itu yang menjadi concern Apindo,” ujar Eka saat memberi keterangan pers di Kantor Apindo, Selasa (7/9/2021).
Apindo mendorong pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (Perppu) Pengganti Undang-Undang (UU) Moratorium UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU sampai dilakukannya amandemen terhadap aturan tersebut.
Tekanan yang dialami korporasi telah menjadi perhatian pemangku kepentingan, yakni Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa KSSK terus melakukan pantauan secara detil atas perkembangan korporasi di berbagai level dan sektor usaha. Dia menyoroti kemampuan korporasi untuk pulih dan bangkit kembali dari dampak pandemi Covid-19.
"Hal yang akan identifikasi lebih dini terutama potensi risiko yang mengancam keberlangsungan usaha korporasi dan potensi risiko spill over effect-nya terhadap stabilitas sistem keuangan," ujar Sri yang merupakan Ketua KSSK dalam konferensi pers pada Jumat (6/8/2021).
Menurutnya, forum kelompok 20 ekonomi utama menilai bahwa pandemi Covid-19 telah menyebabkan scarring effect atau luka mendalam dalam perekonomian negara-negara dunia. Banyaknya PKPU dan kepailitan dikhawatirkan membuat scarring effect itu menjadi semakin dalam dan luas.
"Kami sekarang perhatikan adalah risiko dari restrukturisasi, PKPU, juga terjadinya kenaikan PKPU dan kepailitan," ujarnya.
KSSK menilai bahwa perlu terdapat penilaian seberapa dalam luka akibat Covid-19 terhadap perekonomian melalui pemantauan dan identifikasi dunia usaha.
Nantinya, KSSK akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lainnya, atau otoritas untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Author: Wibi Pangestu Pratama
Editor : Hadijah Alaydrus
Sumber: bisnis.com 08 September 2021 | 17:41 WIB