JAKARTA — Proses kepailitan PT Binamitra Sumberarta akan diakhiri dengan perdamaian, setelah masuknya PT Anugerah Bara Kaltim sebagai investor perusahaan tambang batu bara tersebut.
Sejalan dengan kehadiran investor, kurator mengklaim seluruh kreditur menyepakati kepailitan diakhiri dengan perjanjian perdamaian. “Hampir 100% kreditur setuju untuk going concern. Ini merupakan solusi terbaik, bagi kreditur dan debitur,” kata Kurator Binamitra Sumberarta, Widia Gustiwardini, Minggu (22/1).
Dengan begitu, perusahaan akan terus beroperasi (going concern), dalam jangka waktu yang cukup lama untuk menjalankan proyek dan tanggung jawabnya ke kreditur.
Menurutnya, kreditur akan lebih mendapatkan kepastian dan jaminan atas piutang mereka. Bagi debitur, langkah tersebut akan menyelematkannya dari kebangkrutan apabila seluruh kewajiban kepada kreditur terselesaikan.
Widia menilai, pengelolaan oleh investor sudah tepat ketimbang harus melalui pemberasan aset. Hal ini lantaran debitur tidak memiliki aset apapun, kecuali alat berat tambang yang masih leasing. Aset tanah dan hasil tambang merupakan milik pemerintah.
“Debitur dinilai tidak mampu memenuhi pembayaran tagihan dari para kreditur dan pemerintah,” ungkapnya.
Dalam proposal yang diterima Bisnis, investor yang akan mengambil alih perusahaan yaitu PT Anugerah Bara Kaltim (ABK). Munculnya nama ABK, merupakan usulan yang diajukan oleh kreditur mayoritas, PT RPP Contractors Indonesia dan PT Ulet Bulu Mining.
UTANG DEBITUR
Utang debitur yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada PT RPP Contractors Indonesia sebesar US$31,94 juta dan kepada PT Ulet Bulu Mining senilai US$14,87 juta.
Total, utang Binamitra kepada seluruh krediturnya mencapai US$53,54 juta. Jumlah tersebut ditambah pembayaran royalti kepada pemerintah US$373.733 dan jaminan reklamasi Rp7,97 miliar.
Jumlah tersebut telah disanggupi dan akan ditanggung oleh PT ABK selaku investor. PT ABK menawarkan pembayaran kepada para kreditur yang akan selesai pada Desember 2019. Pembayaran akan dilakukan per kuartal, mulai April 2017.
Nantinya, pembayaran didasarkan pada asumsi New Castle Index (NCI) batu bara stabil US$83 per metrik ton. Namun, apabila NCI di atas asumsi, maka dimungkinkan untuk percepatan pembayaran semua kewajiban.
PT ABK, tulis proposal tersebut, mulai mengambil alih dan mengelola perusahaan dalam kurun 2017—2019. Pada rentang itu, produksi batu bara diprediksi akan mencapai 1 juta—1,5 juta metrik ton per tahun. Adapun estimasi cadangan batu bara Binamitra sebanyak 4 juta metrik ton per tahun.
Sementara itu, Direktur Utama Binamitra Parulian Marbun mengaku telah membaca proposal yang ditawarkan oleh kreditur. Menurutnya, rencana tersebut merupakan jalan terbaik agar utang debitur dapat dibayarkan seluruhnya.
Pengelolaan perusahaan oleh PT ABK juga diakuinya dapat menyelamatkan perusahaan dari kepailitan. “Kita lihat saja nanti. Kalau going concern sudah selesai dan ketersediaan sumber daya alam masih kelihatan, ya, perusahaan tetap bisa lanjut beroperasi,” ujarnya.
Sebenarnya, langkah mendatangkan investor ini telah diajukan pada masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebelumnya. Namun usulan terseut ditolak oleh kreditur lantaran dianggap kurang menarik.
Binamitra Sumberarta dinyatakan pailit pada 21 November 2016. Ketua majelis hakim Kisworo mengatakan debitur tidak memenuhi persyaratan untuk diberi perpanjangan masa PKPU maupun perdamaian.
Pertimbangan hakim berdasarkan Pasal 229 ayat (1) a dan Pasal 281 ayat (1) a Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Dalam perpanjangan masa PKPU, debitur telah menyusun proposal perdamaian dengan menawarkan untuk mengelola tambang perusahaan. Akan tetapi, para kreditur menilai penawaran tersebut tidak menarik.
Pada saat itu, debitur berpendapat, kepailitan perusahaan akan berisiko merugikan kreditur sendiri karena aset perusahaan akan diambil alih oleh negara. Pendapat tersebut berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.
Deliana Pradhita Sari
Editor : Gita Arwana Cakti
Sumber: bisnis.com, Senin, 23/01/2017 12:42 WIB