JAKARTA — Sejak kemunculannya proyek superblok Meikarta sudah menjadi perhatian mulai dari promosi, masalah perizinan, kasus suap, hingga yang terakhir mereka menggugat konsumennya sendiri ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat atau PN Jakbar.
Sekadar informasi, PN Jakbar telah menggelar sidang perdana gugatan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) pengembang Meikarta kepada 18 konsumennya.
Gugatan tersebut terjadi di tengah polemik antara Mega Proyek Group Lippo dengan para konsumen. Para konsumen berang dan mengadu ke DPR karena proyek apartemen tersebut tidak jelas penyelesaiannya.
Selain itu, konsumen Meikarta mengaku telah menerima gugatan senilai Rp56 miliar dari PT MSU. Sebab, anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk. (LPCK) itu merasa dirugikan atas pemberitaan terkait dengan proyeknya.
Ketua KPKM, Aep Mulyana, menyampaikan usai melakukan unjuk rasa untuk meminta kejelasan status unit apartemen, pihaknya justru mendapatkan somasi dan dijadikan tergugat oleh PT MSU.
"Kami merasa hak kami terabaikan. Namun apa tindakan Meikarta? Bukannya sadar, mereka malah menggugat kami dengan tuntutan kerugian materiil dan imateriil dengan nominal yang fantastis. Kami dituntut balik Rp56 miliar," kata Aep, dikutip dari Youtube Komisi VI DPR RI, Kamis (19/1/2023).
Namun demikian upaya para konsumen yang sedang menuntut haknya tersebut ditanggapi oleh pihak Meikarta dengan melayangkan gugatan ke pengadilan.
Inti gugatan Meikarta adalah MSU mengatakan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Barat bahwa 18 orang itu telah merugikan perusahaan secara materiel dan non-materiel senilai Rp56,1 miliar.
MSU, anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk. (LPCK) menyebut para konsumen Meikarta itu telah melakukan tuduhan-tuduhan yang tidak benar.
Respons Lippo
Pada akhir Desember 2022 lalu, PT Lippo Cikarang Tbk. (LPCK) selaku induk usaha PT MSU buka suara terkait adanya kecaman dari konsumen pembeli proyek Meikarta yang menagih pengembalian dana atas kerugian yang dialami.
LPCK menegaskan, PT MSU yang merupakan entitas asosiasi Lippo Cikarang, juga telah memberikan informasi kepada pembeli yang belum menerima unit apartemen, di mana pelaksanaannya berdasarkan hasil Putusan Homologasi yang dilakukan bertahap sejak Maret 2021 lalu.
"Dalam putusan homologasi, penyerahan unit akan dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2027," kata Corporate Secretary LPCK, Veronika Sitepu.
Adapun, pembelian telah dilakukan pada 2017, berdasarkan P3U (Penegasan dan persetujuan Pemesanan Unit) PT MSU seharusnya melakukan serah terima unit apartemen pada pada tahun 2019-2020. Namun, hingga kini pembangunannya diklaim terbengkalai.
Bukan yang Pertama
Kisruh antara konsumen dan Meikarta bukan sekali terjadi. Dalam catatan Bisnis, pada tahun 2021 Meikarta juga sempat disorot karena masalah kepastian bagi konsumen Blok 61006.
Hanya saja pihak Meikarta memastikan konsumen blok 61006 tak perlu membayar selisih harga unit apartemen yang ditawarkan oleh pengembang sebagai kompensasi atas belum direalisasikannya unit apartemen pesanan konsumen.
Blok 61006 adalah blok yang beberapa waktu lalu sempat dipersoalkan oleh konsumen karena pembangunannya tak segera dilakukan. Sebagian dari konsumen Meikarta sempat menuntut pengembalian uang. Namun hingga sekarang hal itu tak kunjung terealisasi.
Pihak Meikarta mengatakan sesuai dengan putusan penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terhadap PT Mahkota Sentosa Utama atau MSU, sebagai pengembang proyek Meikarta.
Menurut putusan tersebut, Meikarta memberikan surat pemberitahuan bagi kelompok konsumen dengan kriteria pemesan unit apartemen dimana progres struktur gedung yang dipesan belum mencapai 20 persen.
"Bagi customer tersebut ada 3 opsi relokasi unit yang bisa dipilih tanpa bayaran tambahan dari nilai pesanan yang awal, sehingga konsumen tidak perlu khawatir. 3 Opsi tersebut pastinya hadnover lebih cepat juga," jelasnya, Senin (15/2/2021).
Namun demikian, klaim pihak Meikarta bertentangan dengan surat yang diterima oleh konsumen. Tiga opsi yang ditawarkan pihak pengembang ternyata masih memberatkan konsumen karena mereka harus menanggung selisih harga unit pesanan dengan unit kompensasi.
Sebagai contoh untuk opsi pertama, misalnya, pihak konsumen ditawarkan untuk blok No.58007-27-21M seluas 54,99 meter persegi. Namun karena nilai unitnya senilai Rp629,7 juta, ada selisih harga senilai Rp282,7 juta yang harus ditanggung oleh konsumen.
Kedua, konsumen bisa memilih Blok 52021-2B-22 M seluas 42, 33 meter persegi senilai Rp450,3 juta, pemesan pun harus membayar uang selisih senilai Rp103,3 juta.
Ketiga, pengembang menawarkan konsumen dengan unit No.53021-2B-38M. Nilai unit senilai Rp447,1 juta dengan luas sebesar Rp100,1 juta.
Gugatan PKPU
Sebelumnya, Pengadilan Niaga Jakarta telah memutus perkara kisruh penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pengembang superblok Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama.
Dalam perkara PKPU bernomor 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst tanggal 18 Desember 2020 yang diajukan oleh PT Graha Megah Tritunggal, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta telah mengabulkan proposal perdamaian dari pengembang Meikarta.
Adapun, dalam putusan itu, hakim pengadilan niaga telah memberikan 5 pokok putusan terkait PKPU Meikarta.
Pertama, menyatakan sah dan mengikat secara hukum Proposal Perdamaian PT. Mahkota Sentosa Utama (dalam PKPU) tertanggal 15 Desember 2020 beserta lampirannya yang telah ditandangani Presiden Direktur dan Direktur PT Mahkota Sentosa Utama.
Kedua, menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) termohon PKPU (PT Mahkota Sentosa Utama) demi hukum berakhir.
Ketiga, menghukum termohon PKPU (PT. Mahkota Sentosa Utama) dan seluruh kreditor-kreditornya untuk tunduk dan mematuhi serta melaksanakan isi proposal perdamaian tertanggal 15 Desember 2020 beserta lampirannya tersebut.
Keempat, menghukum termohon PKPU (PT. Mahkota Sentosa Utama) untuk membayar biaya kepengurusan dan imbalan jasa pengurus yang besarannya akan ditetapkan dalam Penetapan tersendiri.
Kelima, menghukum termohon PKPU (PT Mahkota Sentosa Utama) untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5,29 juta.
Suap Perizinan
Proyek Meikarta juga banyak disorot karena skandal suap terkait perizinannya. Kasus ini menyeret bekas Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Neneng telah terbukti menerima suap perizinan proyek Meikarta dari Billy Sindoro Cs yang disebut-sebut berasal dari Lippo Group. Selain Neneng, para pejabat juga disebut menerima suap atas perkara yang sama.
Dalam dakwaan KPK, uang yang mengalir guna memperlancar perizinan proyek Meikarta total Rp 19 miliar yang diterima Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan jajaran pejabat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi.
Nilai uang itu tercantum dalam surat dakwaan yang disusun KPK dan dibacakan jaksanya dalam persidangan terbuka di Pengadilan Tipikor Bandung pada Rabu, 19 Desember 2018.
Jaksa menyebut uang yang mengalir sebesar Rp 16.182.020.000 dan SGD 270.000 (setara Rp 2,851 miliar dalam kurs saat ini) sehingga totalnya sekitar Rp 19 miliar lebih.
Author: Tim Bisnis
Editor : Edi Suwiknyo
Sumber: bisnis.com, 26 Januari 2023 | 20:35 WIB