JAKARTA — PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle, produsen sepeda Wim Cycle harus bersabar karena proses restrukturisasi utang melalui jalur pengadilan belum berakhir dengan homologasi perdamaian.
Sehingga perpanjangan masa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Wijaya Indonesia Makmur Bicycle di Pengadilan Niaga Surabaya bertambah menjadi 75 hari lagi dari total saat ini sudah mencapai 195 hari.
Padahal, Wijaya Indonesia Makmur Bicycle meminta pemungutan suara supaya kreditur mau bersikap menerima perjanjian perdamaian pada 20 Juni 2019 lalu setelah memperoleh perpanjangan 60 hari dari para krediturnya pada 22 April 2019.
Pengurus PKPU Rifwaldi Rivai M. Noer mengatakan, molornya homologasi perdamaian karena belum ada kata sepakat antara perusahaan yang menjadi investor Wijaya Indonesia Makmur Bicycle yakni PT Insera Sena dengan para krediturnya dan masih terjadi negosiasi.
"Wim Cycle meminta perpanjangan maksimal selama 75 hari dan disetujui para kreditur. Perpanjangan dibutuhkan karena belum selesai negosiasi antara Polygon [merek sepeda buatan Insera Sena] dengan para kreditur terutama kreditur separatisnya," Rivai kepada Bisnis, Kamis (20/6/2019).
Namun demikian, Rivai menegaskan homologasi bisa saja berlangsung tidak 75 hari apabila terjadi kesepakatan antara Insera Sena dengan kreditur separatis PKPU Wijaya Indonesia Makmur Cicycle.
"Kapan pun bisa homologasi, lebih cepat lebih baik dan efisien. Kalau bisa selesai dalam 1 bulan, kenapa harus 2,5 bulan," kata dia.
Proses PKPU produsen Wim Cycle ini sebelumnya berlangsung alot karena belum ada investor yang hendak masuk. Belakangan, Insera Sena hendak mengakuisisi saham dan sekaligus mengambil alih seluruh kewajiban utang Wijaya Indonesia Makmur Bicycle, sebagai debitur.
Dengan kehadiran Insera Sena maka produsen ini bakal menggarap seluruh segmen sepeda karena Insera Sena dikenal menjual sepeda untuk konsumen kelas menengah ke atas. Sementara itu, Wijaya Indonesia Makmur Bicycle memproduksi sepeda untuk menengah ke bawah.
"Polygon akan selamanya [di Wijaya Indonesia Makmur Bicycle]. Dia nanti bukan sekadar investor dan lalu dilepas, tidak begitu. Polygon nanti membesarkan Wim Cycle dan mengembangkan usahanya," kata Rivai.
Catatan Bisnis, Insera Sena memproduksi sepeda bermerek Polygon sejak 1989, yang berawal dari sebuah perusahaan kecil berorientasi untuk memproduksi sepeda khusus untuk ekspor.
Ketika memasuki periode 2000, Polygon mulai melakukan ekspansi perluasan pabrik dan investasi ke alat berteknologi tinggi standar internasional. Saat ini, fasilitas produksi sepeda Polygon berada di Sidoarjo (Jawa Timur) dengan kapasitas sekitar 650.000 unit per tahun.
Direktur Polygon Bikes William Gozali tidak menampik pihaknya menjadi investor Wijaya Indonesia Makmur Bicycle. Dia meminta supaya untuk saat ini mengikuti proses PKPU yang sedang berjalan.
"[Proses PKPU] ya kira-kira begitu. Manajemen masih belum mengambil keputusan apa-apa dan masih terus mengkaji," kata William kepada Bisnis.
Namun demikian, kata William, pihaknya tidak ingin Wijaya Indonesia Makmur Bicycle hilang dari industri produsen sepeda Tanah Air. "Kami merasa sayang kalau Indonesia harus kehilangan salah satu brand sepeda yang sudah sangat dikenal," ujarnya.
Masa PKPU Wim Cycle bermula ketika produsen ini memohonkan secara sukarela dirinya untuk direstrukturisasi utang di pengadilan.
Wim Cycle mendaftarkan permohona ke PN Niaga Surabaya dengan perkara No. 47/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Niaga Sby, pada 23 November 2018, dan diputuskan PKPU oleh pengadilan pada 6 Desember 2019.
Pengadilan dalam putusannya menyatakan, Wim Cycle terbukti memiliki utang sebanyak Rp504,03 miliar sehingga harus direstrukturisasi utangnya.
Namun, dalam perjalanan waktu saat proses verifikasi utang PKPU tetap, Wim Cycle menggenggam utang sebanyak Rp700-an miliar.
Adapun utang Wim Cycle tersebar ke 3 bank, 3 lembaga pembiayaan dan gaji kepada para karyawannya. Utang kepada karyawan termasuk pesangon kepada pekerja yang telah dirumahkan oleh perusahaan tersebut.
Yanuarius Viodeogo
Sumber: Bisnis.com, 24 Juni 2019 | 12:44 WIB
Editor : Stefanus Arief Setiaji