JAKARTA. Perusahaan textile PT Bhineka Karya Manunggal diminta untuk merestrukturisasi utangnya lewat jalur penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat oleh salah satu krediturnya, PT Snogen Indonesia.
Kuasa hukum PT Snogen Indonesia Rusli Hardiansyah mengatakan, Bhineka setidaknya memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dan dapat ditagih kepada kliennya senilai US$ 35.000. "Utang itu berasal dari pembelian sejumlah bahan kimia dan suku cadang mesin untuk kelangsungan usaha Bhineka," ungkap dia, Selasa (21/6).
Rusli mengatakan, dirinya mewakili Direktur Utama Snogen. Sekadar tahu saja, Snogen merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi dan penjualan bahan-bahan kimia, khususnya untuk bahan tekstil. Sementara, Bhineka merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pabrikasi tekstil.
Dia menjelaskan Bhineka dalam produksinya menggunakan berbagai macam bahan baku kimia tekstil dari kliennya. Dimana, Bhineka secara rutin selalu memesan produk kimia tersebut.
"Utang tersebut sudah jatuh tempo dan dapat ditagih sejak Desember 2014," tambah Rusli. Pihaknya juga sudah menagih, namun hingga kini Bhineka tak kunjung membayar utang tersebut. Sehingga ia memutuskan untuk melayangkan permohonan PKPU pada 10 Juni 2016.
Saat melakukan penagihan, Bhineka mengaku tengah mengalami penurunan omzet sehingga pembayaran utang tak dapat terpenuhi. Apalagi pabrik Bhineka sudah tidak beroperasi sejak akhir tahun lalu dan banyak karyawan yang dirumahkan.
Atas dasar itu, sudah terbukti Bhineka tidak dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Selain itu, pemohon juga melampirkan bukti adanya kreditur lain yang dimiliki termohon, yakni PT Samudra Indonesia Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Sementara itu, salam persidangan kuasa hukum Bhineka Hardiansyah mengatakan akan segera melakukan pelunasan pembayaran tagihan. Pemohon diminta untuk menyerahkan pencabutan permohonan PKPU kepada majelis hakim.
"Sebagai iktikad baik termohon, kami telah menyiapkan cek agar utang tersebut bisa diselesaikan saat ini juga agar permohonan segera dicabut," kata Hardiansyah dalam persidangan.
Dia menegaskan pembayaran keseluruhan utang akan dilakukan paling lambat hingga dua hari ke depan. Pihaknya juga telah menghadirkan prinsipal termohon dalam persidangan.
Ketua majelis hakim Marulak Purba menolak untuk memberikan respons atas sikap termohon tersebut karena kewenangannya tidak boleh terlalu jauh. Kendati demikian, majelis hakim mendukung negosiasi kedua pihak agar tercipta perdamaian sebelum putusan dibacakan.
"Dalam perkara niaga memang tidak diatur proses mediasi, tetapi kedua pihak bisa bernegosiasi sendiri di luar persidangan hingga putusan akhir," ujar Marulak.
Pihaknya memutuskan untuk menunda persidangan dengan agenda penyerahan kelengkapan dokumen pendukung dari para pihak hingga 23 Juni 2016. Majelis juga mengimbau dalam persidangan selanjutnya Snogen dapat menghadirkan kreditur lain.
Reporter Sinar Putri S.Utami
Editor Barratut Taqiyyah
Sumber: kontan.co.id, Selasa, 21 Juni 2016 / 19:04 WIB