NEWS
PKPU berakhir damai, Namasindo optimistis bisnis AMDK masih potensial
JAKARTA. Kreditur PT Namasindo Plas sepakat mengakhiri Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan berdamai. Para kreditur, terutama yang memegang jaminan (separatis) berhasil diyakinkan, bahwa bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) masih bertumbuh pesat.
 
"Bisnis AMDK memang masih berpotensi agar perusahaan bisa melakukan turnaround, kapasitas produksi kita juga sebenarnya cukup besar," kata Chief Financial Officer Namasindo Ernest Napitupulu kepada Kontan.co.id, Rabu (9/5) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
 
Sejak 2016, kondisi keuangan Namasindo memang mulai goyah lantaran adanya defisiensi modal kerja. Akibatnya penjualan perusahaan yang berfokus pada usaha daur ulang plastik ini merosot. Pada 2016 perusahaan yang dapat membukukan pendapatan hingga Rp 1,14 triliun merosot di tahun setelahnya dengan nilai Rp 717 miliar.
 
Defisiensi modal kerja ini pula yang membuat produksi Namasindo melempem. Perusahaan mulai mengalihkan skema produksi dari non-maklun menjadi maklun. Dan terpaksa menolak pesanan di katergori non-maklun.
 
Padahal seperti yang telah disebut, kapasitas produksi Namasindo sejatinya besar. Bahkan bisa memenuhi hingga 50% kebutuhan produksi AMDK nasional. Khususnya untuk produksi botol dan galon.
 
Misalnya, produksi galon Namasindo pada 2017 masih bisa memenuhi 53,6% dari total produksi nasional. Meskipun hanya bisa direalisasikan 32,9%. Pun dari sektor produksi botol yang bisa mencapai Rp 45,7%, walau hanya 20,1% yang bisa direalisasikan.
 
Sementara pertumbuhan konsumsi AMDK di Indonesia sendiri pun pesat. Pengeluaran masyarakat untuk konsumsi AMDK masih sangat besar yaitu 0,33% dari PDB perkapita pada 2018. Dan diperkirakan hingga 2021 pertumbuhannya bisa mencapai 9,9% dari PDB perkapita.
 
Oleh karenanya, dalam proposal perdamaiannya, Namasindo mengandalkan upaya pembayaran kewajiban kepada debitur dari utang yang dapat ditopang (sustainable debt).
 
"Sederhananya, jadi perusahaan memproyeksikan hingga berapa tahun berikutnya, berpada pendapatan yang bisa diraih, dan dari sana akan dibayarkan kewajibannya kepada kreditur. Misalnya saat ini dihitung berapa kontrak yang masih ongoing sampai berapa tahun ke depan, misalnya dari Danone, nanti hasilnya akan ada berapa persen yang pasti akan dibayarkan kepada kreditur," kata kuasa hukum Namasindo Doda Hardiansyah dari kantor hukum Aji Wijaya & Co dalam kesempatan yang sama.
 
Ernest menambahkan, selain memastikan proyeksi keuntungan guna membayar tagihan. Namasindo pun akan berupaya melakukan beberapa efisiensi.
 
"Ya biasa pasti akan ada efisiensi, dari mulai pegawai, hingga biaya-biaya produksi. Selain itu kita juga akan terus menjalin hubungan baik dengan vendor," sambungnya.
 
Namasindo sendiri akan berfokus untuk kembali mencapai produksi sebanyak 8 miliar buah dari semua lini produksinya. Dengan efisiensi sebesar 20% dari biaya-biaya umum yang dibutuhkan. Pun akan berfokus untuk berproduksi dengan skema maklun, Diamana sebelumnya hanya sekitar 15%, kini ditargetkan hingga mencapai 63%.
 
Proyeksi ini yang kemudian buat optimis para kreditur PKPU Namasindo, sehingga pada rapat pemungutan suara, mayoritas kreditur menyetujui proposal Namasindo. Diketahui, dalam rapat kreditur ada 116 kreditur dengan tagihan senilai Rp 3,3,75 yang hadir. Hasilnya, lima kreditur dengan jaminan (separatis) dengan tagihan Rp 3,28 triliun menyetejui, dan dua kreditur separatis lainnya dengan tagihan Rp 2,38 menolak. Sehingga dari separatis suara menyetujui proposal sebesar 90,23%, dan sisanya 9,77% tak menyetujuinya.
 
Dari kreditur tanpa jaminan (konkuren), 107 kreditur dengan tagihan Rp 67 miliar atau sebesar 96,1% suara menyetujuinya, sementara 2 kreditur lainnya dengan tagihan Rp 2,45 miliar atau sebesar 3,49% suara tak setuju.
 
Penyelesaian PKPU Namasindo terhitung cepat. Diputuskan masuk PKPU sementara selama 45 hari pada 30 Januari 2018, Namasindo hanya sekali diberikan perpanjangan untuk masuk proses PKPU tetap selama 60 hari.
 
Sementara dalam PKPU, secara total tagihan Namasindo sejumlah Rp 4,07 triliun, dengan rincian tujuh kreditur separatis dengan tagihan senilai Rp 3,56 triliun, dan 219 kreditur konkuren dengan total tagihan Rp 501 miliar.
 
Tujuh kreditur separatis tersebut adalah Bank BNI dengan nilai tagihan Rp 1,64 triliun, SC Lowy Financial senilai Rp 1,38 triliun, Bank DBS senilai Rp 323 miliar, Bank HSBC senilao Rp 212 miliar, Northstar Trade Finance senilai Rp Rp 4,95 miliar, PT Prakarsa Kapitalindo senilai Rp 600 juta, dan kepada Setiadi Gunawan senilai Rp 400 juta.
 
Sementara untuk kreditur konkuren rinciannya adalah, dari 219 kreditur dengan tagihan mencapai Rp 501 miliar, 115 kreditur dengan tagihan Rp 288 miliar terverifikasi, sisanya yaitu 104 kreditur dengan tagihan Rp 212 miliar tak terverifikasi.
 
 
 
Reporter: Anggar Septiadi 
Editor: Sofyan Hidayat
Sumber: kontan.co.id, Kamis, 10 Mei 2018 / 19:44 WIB
DEDY A. PRASETYO & REKAN
Gedung Arva Lt.3
Jl. Cikini Raya No. 60, Jakarta 10330
Tel : +62 21 314 7154
Fax : +62 21 390 3994
Mobile : +62 0811 903 286
E-mail : deape.prasetyo@gmail.com

Copyright © 2014. All Rights Reserved
Link Sosial Media