JAKARTA. PT Bintang Jaya Proteina Feedmill dan PT Sinka Sinye Agrotama mempertimbangkan masukan dari para bank terkait rancangan proposal perdamaian. Kedua perusahaan yang masuk dalam Sujaya Grup itu bersiap untuk melepas aset yang dijaminkan kepada bank.
Kosultan keuangan Bintang Jaya dan Sinka, Fransiskus Alip dari AJ Capital menyampaikan, ada perubahan soal penyelesaian utang kepada para kreditur, terutama kreditur separatis. "Pembayaran kepada kreditur separatis kami bagi menjadi dua, yakni kreditur pemegang jaminan non-operating, dan operating asset," ucapnya, Selasa (29/11).
Perusahaan mempertimbangkan melepas aset non-operasional untuk mengurangi tagihan. Namun, mekanisme dan jangka waktu dari pelepasan aset itu masih perlu dibahas.
Sementara itu, untuk membayar tagihan kepada kreditur pemegang aset operasional, Alip bilang, perusahaan memerlukan investor. Sebab, perusahaan tak akan melepas jaminan tersebut mengingat masih adanya kewajiban yang perlu dipenuhi debitur.
Untuk menjalankan kembali perusahaan, setidaknya debitur memerlukan suntikan dana maksimal Rp 300 miliar. "Investor masuk untuk suntikan modal. Posisi investor nantinya juga masih butuh dibicarakan dan kami terbuka untuk investor," tambah Alip.
Kendati begitu, saat ini pihaknya mengaju sudah ada beberapa calon investor yang tertarik. Tapi, Alip masih belum bisa berkomentar banyak terkait investor itu. Dia hanya bilang, investor itu juga merupakan salah satu pemain di usaha yang sama dan baru akan melakukan pertemuan di Singapura dalam waktu dekat.
Nah, untuk melancarkan menyusun proposal perdamaian, kuasa hukum debitur Aji Wijaya mengajukan perpanjangan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) tetap dalam rapat kreditur, Senin (28/11). Para kreditur pun secara aklamasi sepakat untuk memperpanjang 60 hari dari tawaran 90 hari.
Mengenai hal itu salah satu kreditur bank pemegang jaminan non-operating dan operating asset Bank HSBC Swandy Halim bilang, pihaknya masih menuntut pembayaran terhadap pihak bank dapat dipercepat. Sebab, dalam draf debitur menawarkan cicilan pembayaran kepada bank 10 tahun.
Swandy berpendapat justru kreditur separatis yang memegang operating asset harus diutamakan pembayarannya. Apalagi, nilai non-operating asset yang dijaminkan kepada HSBC hanya senilai Rp 80 miliar dari total tagihan Rp 622,26 miliar.
"Bahkan, operating asset berupa tanah dan bangunan pabrik di Singkawang yang menjadi jaminan juga masih belum dapat menutup jumlah tagihan tersebut," jelas Swandy.
Swandy menuturkan operating aset yang telah dijaminkan menjadikan bank berhak untuk melakukan eksekusi. Sikap tersebut bisa dilakukan jika HSBC menolak dan tidak terikat pada rencana perdamaian para debitur. "Jika tidak merevisi lama pembayaran tagihan yang selama 10 tahun kami bersikap menolak," tegasnya.
Adapun saat ini, tagihan sementara debitur kepada kreditur konkuren sebesar Rp 670,33 miliar dan separatis Rp 2 triliun. Nilai itu masih bisa berganti lantaran masih adanya perubahan sifat tagihan kreditur.
Bintang Jaya dan Sinka Sinye merupakan usaha dari Sujaya Group, perusahaan multi nasional yang berbasis di Kalimantan Barat. Bisnis Sujaya Group pun meliputi ndustri pakan ternak (feedmill), pembibitan (breeding faim), budidaya ayam pedaging (broiler faim), rumah potong ayam, dan pengolahan daging ayam (slaughter house and meat processing plant).
Reporter Sinar Putri S.Utami
Editor Sanny Cicilia
Sumber: kontan.co.id, Selasa, 29 November 2016 / 19:23 WIB