NEWS
PPA Protes Jatah Bagi Harta Pailit Kertas Leces Hanya Rp1,2 M
Jakarta, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA keberatan atas pembagian harta pailit tahap pertama milik perusahaan BUMN yang sudah dinyatakan bangkrut, PT Kertas Leces (Persero). Pasalnya, besaran harta pailit yang menjadi hak perusahaan lebih kecil nilai hak tanggungan dalam perjanjian awal.
 
Kertas Leces dinyatakan pailit sejak 25 September 2018 sesuai dengan putusan Nomor 43 PK/Pailit/Pdt.Sus-Pailit/2019 Nomor 01/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2018/PN Niaga Sby. Jo Nomor 5/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN Niaga Surabaya.
 
Sekretaris Perusahaan PPA Edi Winanto mengungkapkan PPA merupakan kreditur separatis Kertas Leces atas total nilai pinjaman sekitar Rp50 miliar pada 2012 lalu. Setelah Kertas Leces dinyatakan bangkrut, PPA memperoleh hak tanggungan peringkat I atas harta pailit yang merupakan jaminan pinjaman.
 
Untuk tahap pertama, harta pailit itu berupa sebidang tanah dan bangunan seluas 623 meter persegi milik Kertas Leces di Jakarta Selatan (Aset Jalan Radio). Sesuai kesepakatan, PPA mengantongi hak tanggungan aset Jalan Radio senilai Rp9.500.000.
 
Dalam jangka waktu dua bulan sejak dinyatakan pailit, hingga 25 November 2018, kreditur memiliki hak untuk mengeksekusi hak tanggungan. Pada 9 November 2018, sambung Edi, perusahaan mengajukan hak eksekusi hak tanggungan atau permohonan lelang atas Aset Jalan Radio.
 
Eksekusi lelang Aset Jalan Radio sendiri dilakukan pada 11 Desember 2018 melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta V. Lelang dimenangkan oleh PT PPA Kapital dengan nilai Rp11.495.000.000.
 
Namun, dalam Daftar Pembagian Harta Pailit yang dirilis Tim Kurator pada 26 April 2019 menyatakan PPA hanya diberikan Rp1.291.375.490 atas hasil lelang tersebut. Pasalnya, Tim Kurator menilai eksekusi hak tanggungan telah melampaui batas waktu, yaitu dua bulan sejak dinyatakan pailit.
 
Padahal, menurut Edi, sesuai Pasal 59 UU Kepailitan dan PKPU berikut penjelasannya, jangka waktu paling lambat dua bulan itu diberikan untuk perusahaan melaksanakan haknya. Dalam hal ini, sambung dia, batas waktu berlaku untuk mengajukan eksekusi lelang bukan pelaksanaan eksekusi lelang.
 
Karena jatah hak tanggungan terlalu rendah, PPA mengajukan keberatan atau perlawanan (renvoi prosedur) melawan Tim Kurator di Pengadilan Negeri (PN) Niaga pada PN Surabaya pada 3 Mei 2019.
 
Selain itu, perusahaan juga keberatan biaya PKPU diambil dari hasil penjualan hak tanggungan. Seharusnya, biaya yang mencapai Rp3,9 miliar itu diambil dari keseluruhan harta pailit.
 
Persidangan renvoi prosedur telah diperiksa dan diadili oleh Majelis Hakim PN Niaga pada PN Surabaya selama periode 23 Mei hingga 14 Agustus. Lalu, pada 29 Agustus, majelis hakim membacakan putusan yang berisi penolakan atas keberatan atau perlawanan dari PPA untuk seluruhnya dengan alasan eksekusi hak tanggungan sudah melampaui batas waktu, yaitu dua bulan sejak dinyatakan pailit.
 
Melihat hal itu, PPA tidak tinggal diam. Pada 6 September 2019, PPA melalui kuasa hukum dari Kantor Hukum Ari Zulfikar & Partner telah mengajukan upaya hukum Kasasi dan menyerahkan memori Kasasi di Mahkamah Agung melalui Kepaniteraan PN Niaga pada PN Surabaya.
 
"Kalau kami tidak mempertahankan hak kami, kami bisa disalahkan pemegang saham (Kementerian BUMN) karena PPA punya hak mengapa tidak diminta haknya, tidak dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan haknya," ujar Edi kepada awak media di Jakarta, Senin (9/9). 
 
Dalam kasasi yang diajukan, PPA menilai majelis hakim PN Niaga Surabaya dinilai telah salah menerapkan hukum dalam memeriksa dan mengadili keberatan atau perlawanan yang perusahaan ajukan.
 
PN Surabaya dinilai melanggar Pasal 59 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU berkaitan dengan hak kreditur separatis atas hasil penjualan agunan Aset Jalan Radio. Selain itu, pengadilan juga diduga melanggar Pasal 194 ayat (6) UU Kepailitan dan PKPU berkenaan pemeriksaan sidang keberatan telah melebihi jangka waktu yang ditetapkan.
 
"Kalau Kasasi ditolak, artinya PPA tetap mendapatkan hak Rp1,29 miliar, padahal seharusnya Rp9,5 miliar. Kalau misalnya Kasasi ditolak berarti PPA yang dirugikan," tuturnya.
 
Secara terpisah, Kurator Kertas Leces Febry Arisandi mengaku belum mendengar soal pengajuan kasasi atas putusan penolakan keberatan PPA oleh Majelis Hakim PN Niaga pada PN Surabaya.
 
"Intinya, pegangan saya adalah putusan bahwa semua dalil mereka (PPA) sudah ditolak di pengadilan, tidak terbukti, faktanya mereka tidak bisa membuktikan apapun di pengadilan," jelasnya kepada CNNIndonesia.com.
 
Febry menegaskan perusahaan sudah lewat waktu untuk eksekusi lelang sehingga kehilangan hak tanggungan semula. Besaran hak tanggungan yang diberikan kepada PPA merupakan permohonan Tim Kurator hakim pengawas. Sisanya, Tim Kurator membagikan kepada kreditur lain, termasuk buruh.
 
"Kreditur kan banyak. Kami harus membagi kepada kreditur sesuai daftar pembagian karena kreditur tidak cuma PPA," tandasnya. (sfr/bir)
 
 
Sumber: CNN Indonesia | Senin, 09/09/2019 18:32 WIB
 
DEDY A. PRASETYO & REKAN
Gedung Arva Lt.3
Jl. Cikini Raya No. 60, Jakarta 10330
Tel : +62 21 314 7154
Fax : +62 21 390 3994
Mobile : +62 0811 903 286
E-mail : deape.prasetyo@gmail.com

Copyright © 2014. All Rights Reserved
Link Sosial Media